lifetime journey
The journey of recognizing yourself is a lifetime thing.
Kita nggak akan pernah tahu apakah sesuatu yang begitu kita sukai hari ini akan masih kita sukai dengan amount yang sama setahun dua tahun lagi and vice versa dengan apa yang nggak kita sukai.
Skenario ini pernah terjadi di hidup gue waktu SMA. Waktu itu, gue denial banget ketika hasil tes minat bakat yang gue ikuti menunjukan bahwa jurusan yang cocok untuk gue bukanlah kedokteran, melainkan psikologi. Gue nggak pernah tahu kalau ternyata bertahun-tahun kemudian, gue berterima kasih banget kepada hasil tes itu karena akhirnya, ketakutan gue salah jurusan sama sekali nggak terjadi.
Begitu pula ketika dulu gue nggak pernah sedikit pun terpikir untuk bisa sebegitunya mau mempelajari soal public speaking. Gue kira orang yang nggak seberapa suka bersosialisasi kayak gue ini nggak akan pernah suka bicara di depan umum. Jangankan suka, mungkin capable pun nggak mungkin. But here I am now, feeling most alive when I am talking.
Pada akhirnya sekarang, gue jadi selalu senang ketika dikasih kesempatan untuk mengenali diri sendiri lebih jauh. Menurut gue, nggak peduli sebanyak apa pun waktu yang kita habiskan untuk hidup bersama dengan diri ini, kita akan selalu dapat kejutan-kejutan baru yang sebelumnya nggak pernah kita sadari. Nyatanya, sangat banyak hal di dunia ini yang bisa kita eksplor—yang bahkan mungkin saat ini kita belum tahu kalau hal itu ada—. Kita nggak akan pernah kehabisan ‘jatah’ untuk belajar hal baru and we have as much time we need to walk with ourselves.
Tulisan ini, sebetulnya, nggak dibuat untuk membicarakan soal apa yang hari ini lo nggak suka bisa saja jadi sesuatu yang sangat lo suka di kemudian hari. Gue lebih pengin menekankan bahwa: the best thing you can do to youselves is to be your own friend. Pendekatan sama diri sendiri itu sama krusialnya dengan pendekatan sama orang lain. Well, we are living with this body, mind, and personality for our whole lives. Pastinya nggak nyaman kalau hidup setiap hari di dalam tubuh dan pikiran yang nggak kita kenali. Makanya, take that process to recognize ourselves better.
Mungkin kebanyakan waktu, perjalanan mengenal diri sendiri ini memakan terlalu banyak emosi dan energi. Capek, kesal, marah semua itu sangat mungkin untuk lo rasakan karena pada dasarnya proses ini nggak melulu lurus, nggak melulu mudah untuk dimengerti. Kadang, lo akan menemukan betapa menyebalkannya diri lo. Kadang, lo bahkan kesulitan untuk menafsirkan perasaan lo sendiri. Kadang, nggak ada alasan yang bisa menjelaskan kenapa lo berpikir A atau merasakan B and that’s all okay. Perjalanan mengenal diri sendiri ini nggak selalu berjalan mulus dan itu wajar. Kita nggak selalu bisa mengerti diri sendiri, selayaknya kita juga nggak selalu berhasil memaknakan perasaan orang lain. Tapi selayaknya teman yang baik, kita bisa mencoba untuk memahami keadaan itu. Bukan memahami perasaan yang dari awal sudah sulit dipahami tadi, tapi memahami kalau there are days when you can’t even understand yourself and that still will be the part of your journey.
Hal ini juga bisa menjawab pertanyaan yang mungkin kerap ditanyakan oleh beberapa dari kita ketika orang lain sudah berhasil mengenal dirinya sendiri tapi kita masih jauh dari itu.
“Kok mereka bisa tahu apa yang bikin mereka enjoy?”
“Kok orang-orang sudah menemukan passion-nya tapi gue belum?”
Well, that is also part of the journey. Mungkin orang sudah menemukan petanya sendiri dari kecil. Mungkin di usia belasan, mereka sudah tahu harus apa besok ketika usianya berubah jadi puluhan. Tapi entah kenapa kita belum menemukan path yang sama. Entah kenapa, kita bahkan nggak tahu apa yang kita suka dan nggak suka. Jangankan menemukan peta, kita bahkan nggak tahu ada di titik mana kita saat ini.
Don’t rush. Lo tahu hal apa yang menurut gue paling berpotensi untuk menggagalkan perjalanan mengenali diri sendiri ini?
Yes, terlalu terpaku sama petanya orang lain, merasa terlalu takut tertinggal dan karena itu, lo akhirnya secara impulsif ikut-ikutan menyusuri jalan dengan peta mereka; peta yang sebenarnya nggak membawa lo ke titik akhir yang pengin lo tuju karena itu titik akhir mereka. Ini bikin lo tersesat, karena lo mencoba mengenali ‘jalan’ milik orang lain, bukan milik lo.
Jadi, harusnya nggak perlu terburu-buru. Take it slow but still keep on track.
Kuncinya adalah jadikan diri yang lo bawa setiap hari bersama lo itu sebagai seorang teman, seorang yang pengin lo gali seluk-beluk alur pikirnya untuk akhirnya bisa lo kenali betul-betul.
Ingat, perjalanan ini adalah sesuatu yang berlangsung seumur hidup and it contains a lot of surprises. So, be excited!
Komentar
Posting Komentar